Mendagri: Politik Dinasti Tak Selalu Jadi Penyebab Korupsi Kepala Daerah

By Admin

nusakini.com-- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo menilai tak ada jaminan jika dinasti politik tidak melahirkan dugaan praktik korupsi. Pun mereka yang bukan berasal dari kalangan tersebut, apalagi Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan klausul terkait dinasti politik. 

Dia mengatakan, dinasti politik bukanlah penyebab terjadinya korupsi. Tjahjo berdalih kasus korupsi yang melibatkan dinasti politik hanya kebetulan di sejumlah daerah. Setiap orang memiliki hak asasi untuk berpolitik, hubungan kekeluargaan tak boleh jadi penghalangnya. 

"Sebagai orang politik, saya kira sah-sah saja kalau para pengamat menilai, kasus yang ada, mayoritas dari dinasti. Tapi tidak semuanya. Kebetulan saja ada 3-4 daerah," kata dia, kemarin. 

Belum lagi, Pemerintah bersama DPR juga telah berusaha mengatur soal politik dinasti di dalam Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Namun MK membatalkan pasal tersebut. Sedangkan putusan MK ini adalah final dan mengikat. Persoalan ini tak selalu jadi penyebabnya. 

“Tidak ada jaminan. Jangan dinasti politik ini dikadikan sebuah vonis penyebab korupsi,” ujar dia. 

Tjahjo juga menjabarkan sejumlah upaya yang telah dilakukan guna mencegah kebocoran keuangan daerah. Ada sembilan poin yang ia uraikan terkait hal tersebut. Cara-cara ini harus dilakukan sebagai upaya menghindari adanya dugaan kasus korupsi kepala daerah. 

"Pertama, menerapkan pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan standar akuntansi pemerintah," kata dia. 

Tjahjo mengatakan upaya kedua yakni melakukan sistem pengendalian internal dengan memetakan risiko, membangun sistem pengendalian keuangan dan melakukan pengawasan internal. 

Ketiga, melakukan pengawasan manajemen keuangan, yang dimulai dari pengkajian atau review dokumen perencanaan dan review dokumen anggaran pada saat sebelum menetapkan APBD, agar semua peruntukan keuangan telah tepat sasaran dan kebutuhan publik. 

Empat, inspektorat Kemendagri dan inspektorat daerah melakukan pengawasan dengan fokus area yang berisiko rawan korupsi yaitu area perizinan, hibah bansos, pajak restribusi, pengadaan barang dan jasa serta perencanaan anggaran. 

Kelima, Kemendagri memperkuat pengendalian atas kinerja inspektorat daerah untuk pengawasan akuntabilitas keuangan. Keenam, Kemendagri melakukan pengendalian atas kinerja satgas sapu bersih pungutan liar di daerah. 

Ketujuh, Kemendagri melakukan pengendalian khusus atas rencana aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi yang antara lain terkait transparansi pengelolaan keuangan untuk diakses publik. 

Delapan, daerah harus melakukan probity audit (penilaian independen) atas pengadaan barang dan jasa yang berpotensi penyelewengan, penggunaan anggaran dan sumber daya yang besar. 

Sembilan, daerah harus membuat unit pengaduan masyarakat. Selain itu pembahasan perencanaan anggaran antara pemerintah daerah (Pemda) dan DPRD dilakukan dengan duduk bersama membahas perencanaan anggaran secara terbuka dengan penerapan sistem anggaran elektronik yang difokuskan pada prioritas program. (p/ab)